Cerita romantis posts
Denny Pengembara cerita ngentot
115 months ago
Nur Aisyah video cerita lucu,buat kalian yg lg butuh hiburan
klik URL di bawah ini :
Video Cerita-cerita Lucu Part 1 HD
youtube.com
"Silahkan di tonton & jangan lupa berlangganan" Funnysis, Lucu, lucu banget indonesia, lucu abis, lucu jawa, lucu sekali, lucu indonesia, lucu gokil, lucu ba...
115 months ago
Denny Pengembara cerita ngentot ibu teman
115 months ago
Denny Pengembara cerita ngentot ibu teman
115 months ago
Tkdublcup Channel funny fail taekwondoin
119 months ago

Ibrahim Isa Kolom Ibrahim Isa
Senin Pagi, 01 Juni 2015
--------------------------------
"BETER (te)LAAT DAN NOOIT"-
LEBIH BAIK TERLAMBAT Daripada TIDAK SAMASEKALI!
Kolom berjudul "MEGAWATI SUKARNOPUTRI . . . !!!,'PANDANGAN SEJARAH', DAN PENGUASAAN 'BAHASA IND
Read more ... ONESIA' ANDA . . . . 'MEMRPIHATINKAN' ", memancing cukup banyak komentar. Seperti biasa. Ada yang setuju (banyak--- terutama di FB) Ada yang
menambahkannya dengan kritik-sinis-emosionil, ada yang tambah kritik dengan argumentasi. Ada yang 'wait and see'. Dan (surprise-suprise) ada YANG MEMBELA MEGA.
Respons yang beragam tsb semua ada. Media Indonesia sudah mulai biasa dengan suasana 'freedom of speech' - 'kebebasan menyatakan pendapat'. Ini wajar, sehat dan positif. Jangan di-rém -- TERUSKAN! Berguna sekali dalam menciptakan suasana serta syarat kerja yang sehat bagi Pemerintahan Presiden Jokowi, yang bertekad memberlakukan PERUBAHAN dan KEMAJUAN!
Di antara beliau-beliau yang memberikan komentar itu, termasuk sahabat-sahabatku Prof Dr Syafruddin Bahar dan Prof Dr Salim Said.
Salim Said merespons: "Tampaknya Pak Isa di Amsterdam terlambat Heran. Kita di Indonesia sudah terbiasa heran menghdapi
Ibu Megawati".
Responsku terhadap sikap sejarah dan pengetahuan serta penggunaan bahasa Indonesia Mega, masih sama. MEMPRIHATINKAN!.
Ini adalah (katakanlah) 'teguran bersahabat dan membangun', yang 'bermaksud baik'. Perumusan kalimat-kalimat yang menyalahi tata-bahasa Indonesia --- dan penggunaan istilah-istilah yang sulit dimengerti, amat mencerminkan cara dan suasana berfikir yang bersangkutan. Semrawut, kata orang Jawa. Mencerminkan kemiskinan khazanah kata-kata Indonesia yang dimiliki.
Bermaksud baik terhadap Megawati Sukarnoputri. Satu sebab pokok, karena 'mengenal' Mega sebagai seorang pejuang politik (satu-satunya) di periode masih jaya-jayanya Presiden Suharto, yang tampil dengan suara nyaring: "KALAU RAKYAT SETUJU- SAYA BERSEDIA JADI PRESIDEN". Artinya berani menggantikan Suharto kalau rakyat setuju.
Pernyataan ini 'bukan main-main' di saat Suharto masih kuasa penuh. Dan Suharto tidak ayal bertindak. Segera saja dimulai kampanye untuk mendeskreditkan dan mendongkel Megawati dari PDI. Suharto dan Intelnya (biasalah) memulai 'opsus' untuk menghantam Mega.
Suharto gagal . . Mega tidak mundur --- bahkan tambah berani dan bersemangat . Cerita ini bukan dongeng!
Suharto jatuh, rezim Orde Baru (formalnya) gulung tikar. Mega bersama Gus Dur, Amin Rais dan Sri Sultan Yogya, aktif
dalam kegiatan politik yang berani --- demi REFORMASI DAN DEMOKRATISASI di negeri ini. Ini juga fakta. Merupakan tambahan kekuatan politik dan masyarakat pada kekuatan utama Reformasi dan Demokratisasi, yang terdiri dari kaum muda mahasiswa, pelajar, cendekiawan dan pelbagai pekerja dari berbagai lapisan masyarakat. Ini juga fakta.
Itulah sebab utama mengapa timbul penilaian positif terhadap Mega, yang punya peranan dalam penggulingan rezim Orde Baru, dan
mendorong maju Reformasi dan Demokratisasi. Bisa ditambahkan pelbagai sikap politik dan kebijakan positif yang dilaksanakannya selama menjabat sebagai Presiden ke-V Republik Indonesia.
Last but not least, Megawati sebagai Ketum PDI-P, -- adalah tokoh pimpinan parpol yang telah mengusung JOKOWI sampai jadi Presiden
RI. Halmana merupakan suatu kemenangan bagi kekuatan politik PERUBAHAN demi KEMAJUAN, DEMI TRISAKTI.
* * *
Tetapi serentetan politik dan kegiatan Megawati Sukarnoputri, juga dapat digolongkan NEGATIF. Antara lain ketika beliau, aktif
bersama Amin Rais, Akbar Tanjung dan Jendral Wiranto, mereka bersama mendongkel Gus Dur dari jabatn Presiden Ke-IV RI dan menggantikan kedudukan Gus Dur, sebagai Presiden Ke-V Republik Indonesia. Dan masih bisa ditambahkan sejumlah sikap politik
dan kebijakannya yang, a.l, -- mengambil jarak dari para pemuda anggota gerakan pemuda (PRD), yang mati-matian membela Mega -sekitar Peristiwa Penyerbuan terhadap kantor PDI - Mega di Jl Diponegoro, Jakarta. ketika masih berkuasanya Presiden Suharto.
Masyarakat juga kecewa besar, ketika Mega menjabat sebagai Presiden RI - praktis beliau tidak melakukan yang signifikan untuk
merehabilitasi nama baik Presiden Sukarno. Bung Karno adalah salah seorang tokoh yang sesungguhnya patut dikatagorikan sebagai salah seorang "K O R B A N Peristiwa 1965". Dan Megawati dan keluarga Sukarno adalah KELUARGA KORBAN. Yang merupakan sasaran utama Jendral Suharto, ketika memulai proses kudeta merangkaknya.
* * *
Apakah penulis ini sudah cukup mengenal Megawati sebagai salah satu tokoh politik dan pimpinan partai penting dewasa ini?
Jawabnya: Masih belum. . . maka sering (seperti kata Salim Said|) jadi HERAN. Sebagai ilustrasi yang bikin orng heran ialah:
kaitannya dengan sikap beliau yang 'mengherankan' terhadap SBY. Terakhir SBY khusus, a.l mengirimkan putranya untuk mengundang beliau hadir di Kongres Ke-IV Partai Demokrat. Sebagai biasa, Mega tidak datang memenuhi undangan SBY itu.
Heran kan??
* * *
Megawati Sukarnoputri ---- tetap akan memainkan peranannya dalam perkembangan politik Indonesia mendatang.
Lebih-lebih lagi -- PDI-P yang dipimpinnya adalah (seyogianya) salah satu sandaran utama bagi berlangsungnya PEMERINTAHAN JOKOWI.
Ini sikap politik realis a.d. Realisme – satu-satunya – untuk melangsungkan dan mensukseskan jalannyua PERUBAHAN DAN KEMAJUAN DEWASA INI.
* * *
121 months ago

Malcolm Toose The former head of the State Emergency Service of Ukraine wasted $341,300 from the Ukrainian budget to entertain his girlfriend. Does it concern European security?
The State Emergency Service of Ukraine reformed by its former leader Zoryan Shkiryak
Read more ... has become the talk of the town due to recent forest fires in Chernobyl exclusion zone. Those valiant guys contained fire in record-breaking time and assured of safer situation. Thanks them a lot for that.
That’s a pity that their words are hard to believe. However Ukrainian rescuers are so tough that they go to their operations as if they won a tour in lottery. They bring their girlfriends, and they neither arrange any proper preparing, nor care about costs. Thus during recent evacuation of Ukrainian citizens from Nepal the head of the State Emergency Service himself set an example of “fulfilling the plan 120 per cent.” He took along his army wife and a yoga instructor in one Katerina Hramova, and also a brigade of journalists, so that they could capture the process of the heroic rescue under conditions of “real challenge and horrible hardships.”
Those hardships got at them in Delhi. There the Il-76 boost pump. For some reason Ukrainian general rescuer decided to order the necessary aircraft part (which also turned to be defected) in Kiev wasting another $200,000 for multi-day dead-time in the airport instead of contact the nearest Indian branch of Il service center. Is it possible that the Indians seemed so ideologically unreliable for the honored Euromaidan hero that he preferred such exorbitant costs to employing Indian services?
Of course, it’s OK when it doesn’t hit your pocket. No one turns down free booze. On the plus side the head of the State Emergency Service and his dearest girl had a good rest, soaked themselves in wisdom of Indian ancient culture, and recharged batteries for further rescue of their nationals. However a part of the last ones had already left by other flights no waiting for Chip ‘n Dale.
The rescue effort itself costs UAH 7 Mio ($341,300) to Ukrainians every kopeck counting. According evil tongues there would be much cheaper and much less shameful to buy air tickets to all 76 evacuated Ukrainians.
After such criminal wasteful spending, insolent lies, endangering lives of his nationals and complete disability demonstration “the general rescuer” has got with mere admonition and submitted resignation. By the way his reform of the State Emergency Service mainly consisted of more than 300 “corrupted officers” discharge. Mr. Shkiryak didn’t bother to provide evidence of their corruptness. Instead he managed to arrange the Travel to Romantis for his girl at public expense and to avoid shouldering the responsibility leaving of his own volition. How can anyone trust such man’s reassurances of security concerned… anything at all? Consider that forest fires in Chernobyl region, for instance.
After a brief studying of subject any layman understands, that just a nonprofessional or an evil saboteur striving to keep his front going during such emergency situation could measure safety in the region with the level of radiation background. However that very Frogman never mentioned about smoke cloud with ashes from the radionuclide absorbed trees flying all over the shop.
Here security of the largest European NPPs depends on such people. You may bury your head in the sand and accuse of panic forcing. However the facts will never change : the similar cloud had already its tour over Europe in 1986 : http://www.euronuclear.org/e-news/e-news-24/chernobyl.htm
On the page two of “The Chernobyl Catastrophe – Consequences on Human Health”, Greenpeace, 18 April 2006 there is graphic from Lawrence Livermore National Laboratory showing map of Chernobyl fall out on 27 April and 6 May 1986
http://www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/chernobylhealthreport/
In spite of all evidence and legal actions up till now some of European authorities deny health injury brought by it : http://www.english.rfi.fr/asia-pacific/20110907-french-court-dismisses-chernobyl-nuclear-fallout-case-after-10-years
Unfortunately it shows that in future similar situations Europeans would have to count on themselves avoid dependence on Ukrainian jobsters or EU officials thinking of general tranquility, not of their nationals’ health.
http://beforeitsnews.com/environment/2015/05/europe-sink-or-swim-2528874.html
121 months ago

Ibrahim Isa Kolom IBRAHIM ISA
Selasa Malam, 21 April 2015
-------------------------------------
"MINI-SEMINAR" --- KASUS SEJARAH TERPENTING INDONESIA
* * *
Sepertinya, --- seakan-akan, . .. kejadian itu, sebagai sesuatu yang 'kebetulan' saja!
Pe
Read more ... nulis muda Leila S Chudori menempakan posting di FB. Tentang kesan dan komentarnya setelah melihat sebuah film dokumenter berjudul "40 Years of Silence" karya Robert Lemelson (2005).Aktivis dan pemeduli HAM Indonesia umumnya sudah melihat Film "40th Kesunyian". < Untuk kata 'silence' --- terjemahan yang lebih cocok, mungkin: 'keheningan' , atau 'kebisuan'>.
"40 Years of Silence", -- adalah sebuah dokumenter sekitar Peristiwa Pembantaian Masal 1965/66/67. Situs www.40yearsofsilence.com/2008, a.l menulis sbb :
SEBUAH TRAGEDI INDONESIA:
Adalah kisah empat keluarga Indonesia yang menjadi korban tragedi 1965-1966. Keluarga Lanny di Jawa Tengah, Keluarga Budi di Jogjakarta, Degung dan Kereta di Bali.
Diperkirakan 500 ribu sampai 1 juta orang dibunuh pada Oktober 1965 sampai April 1966. Salah satu kejahatan terhadap kemanusiaan yang belum terungkap di Indoensia.
Alex, ayah Lanny adalah tokoh Baperki. Penangkapan dan kematian Alex telah mengubah kehidupan Lanny sekeluarga.
Budi mengalamai trauma dendam akan apa yang dialami Kris, kakaknya yang mengalami cap sebagai anak PKI. Budi seperti hidup di dua dunia: hitam dan putih, dendam dan bersabar.
Orang tua Degung menjadi korban saat Degung berumur lima tahun. Degung masuk dalam dunia intelektual dan kebudayaan.
Kereta menyakiskan berbagai pembunuhan terhadap orangtua dan keluarganya. Saat ini Kereta hidup dengan roh-roh yang merasuki dirinya. Rob Lawson menekankan diagnosa Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) terhadap empat keluarga itu.
Tiga sejarawan, Baskara T Wardaya, John Rossa dan Geoffrey Robison, menerangkan temuan penelitian mereka bahwa pembunuhan massal itu diorganisasikan, berkait erat dengan politik nasional dan internasional masa perang dingin.
* * *
Lalu, --- Leila S. Chudori memberikan komentar dan kesannya a.l sbb: (19 April) 2015
“Semalam saya menyaksikan sebuah film dokumenter berjudul "40 Years of Silence" karya Robert Lemelson (2005), seorang antropolog AS tentang tapol dan keluarganya dengan akibat fisik dan mentalnya.
Sebelumnya saya menyaksikan dokumenter ini sepotong-sepotong melalui trailer saja dan tempo hari Lemelson mengirimkan jauh-jauh dari AS.Sebelum ada nama Joshua Oppenheimer, dokumenter ini saya rasa lengkap (dengan cara dokumenter 'konvensional) mengikuti 4 narasumber di Jawa dan Bali serta komentar beberapa pengamat seperti Baskara Wardaya dan John Roosa.
Meski sudah bertahun-tahun saya melakukan riset soal 1965, tetap saja cerita para saksi masih mengejutkan dan menggedor hati. Salah satu anak yang diikuti dengan sabar oleh sutradara, sejak dia masih remaja hingga agak dewasa berkisah bagaimana dia menyaksikan sendiri kakaknya dianiaya di depan dia.
Anak ini tumbuh jadi anak pemarah dan sering berkelahi. Yang agak membuat dia sekarang lebih tenang dan tidak murka seperti masa kanak-kanaknya adalah karena dia kini ikut latihan bela diri dan meditasi.
"Dulu rasanya saya ingin membunuh para penyiksa kakak saya," katanya.
Tapi kini kemarahan itu dia salurkan pada olahraga. Saya jadi ingat itu sosok yang saya bayangkan tentang Segara Alam dalam Pulang, hasil wawancara dengan beberapa kawan, putera tahanan di Salemba dan Nusakambangan serta Pulau Buru. Kawan-kawan, 50 Tahun sudah peristiwa itu.
Saya hormat kepada rekan-rekan IPT (International People's Tribunal) yang setia bergerak mencari keadilan.
* * *
Dari komentar Leila inilah dimulai “MINI SEMINAR” .. yang temanya berkembang menjadi hakikat yang sesungguhnya, dari massalahnya, yaitu KASUS PERISTIWA SEJARAH PEMBANTAIAN MASAL 1965/66/67. Dan keterlibatan para aktivis dan pemeduli mancanegara mengenai kasus tsb. Kemudian diseminarkan pada tgl 10 April 2015, di Den Haag, Belanda. Dalam suatu wadah kegiatan pro -korban pelanggaran HAM terbesar di Indnesia. Lembaga itu bernama “THE INTERNATIONAL PEOPLE'S TRIBUNAL 1965 (IPT-65)”. Badan kegiatan HAM ini berkedudukan di Den Haag. Dipandu oleh seorang sarjana Belanda, Prof Dr Saskia Swieringga dan Koordinator, seorang advokat Indonesia, Nursyahbani Kacasungkana.
* * *
Berbagai pendapat dan komentar diajukan di MINI-Seminar di FB. Sungguh penting dan menarik. Ini adalah diskusi, yang bisa diikuti oleh siapa saja yang mau bergabung di Facebook.
Baik disoroti salah satu komentar – pendapat seorang partisipan yang diajukan a.l sbb:
“. . . . . saya khawatir fakta-fakta penting tentang peristiwa 30 Sep. 1965 itu tidak akan pernah terungkap sepenuhnya selama para pelaku atau keluarga dekat mereka masih berkuasa dan pasal-pasal tentang limitasi rahasia negara di dalam UU Keterbukaan Informasi Publik tidak segera direvisi. (Abdullah Alamudi).
Lalu ditanggapi oleh Leila S. Chudori a.l sbb:
“Sepenuhnya memang tidak mungkin . . . Di negara Barat yang sering sekali mengulik sejarah mereka saja tak pernah bisa sepenuhnya mengangkat 'the truth'. Tapi sekedar pengakuan dar pemerintah bahwa massacre itu terjadi, menurut saya penting, pasti ada caranya untuk mengatasi keterbatasan itu.
Leila melanjutkan: . . . . . “iya, tentu saya tidak mimpi semua pemimpin bisa membuat statement seperti Gus Dur. Semua kenyataan pak Alamudi itu betul sekali terutama soal Megawati dan SBY. Saya belajar banyak hal dan salah satunya: bersiap untuk kecewa. Tapi ya kalau kita duduk-duduk saja, saya tidak merasa tepat. Dalam film itu salah satu pengamat (kalau tak salah Baskara Wardaya) menyampaikan satu hal menarik: kalau kita diam tenang-tenang saja puluhan tahun, peristiwa berdarah ini terus terusan berulang dan nyawa orang sedemikian tidak dihargai.
* * *
Ada satu lagi yang perlu disoroti , yaitu pendapat sbb:
“ . . . . saya kira (re)solusi thd 1965 & dampaknya berat dan tidaklah mungkin tanpa gerakan politik dari masyarakat. Mendem jero, seperti dimaksud Lies M, benar itu dilakukan Orde Baru, bukan solusi, malah merupakan hipokrisi.
“Pengakuan pemerintah atau pengakuan oleh presiden seperti dilakukan Gus Dur, hanya Gus Dur yg (berani dan mampu) melakukannya.
“Tribunal Rakyat pun hanya satu jalan utk mendorong lahirnya momentum. IPT tidak mungkin menyelesaikan tanpa gerakan politik. Di Spanyol, gerakan masyarakat itu dimulai oleh kelompok cendekia dan seniman, diperkuat oleh guru2 sejarah, terutama setelah Franco mati (1975).
“Saya kira, betapa pun terbatas, upaya Spanyol resolving dampak Perang Saudara 1930an lumayan. Apalagi mengingat gerakan ini, selang 70 tahun (!) kemudian, berhasil menggolkan UU Historical Memory (2004) yg meruntuhkan peninggalan politik & senirupanya fasisme Franco dan mendorong rekonsiliasi eksil Spanyol mudik ke tanahairnya.
“Point saya: mendem jero, pengakuan, islah (menurut sebagian elite kini), juga IPT,semua itu mustahil menyelesaikan masalah warisan politik dan ideologis utk mengobati luka2 besar 1965.
“Mustahil bila tanpa gerakan politik dan budaya dari tengah masyarkat. (Aboeprijadi Santoso)
* * *
Seorang hadirin yang datang ke Seminar “IPT – 1965”, di Den Haag 10 April, 2015 y.l – mempertanyakan langsung padaku, apakah kegiatan pro-HAM Indonesia yg diadakan di luarnegeri seperti ini, akan punya dampak di Indonesia?
Aku tunjukkan, bahwa setiap kegiatan pro-HAM di luarnegeri, -- demi diberlakukannya HAM di Indonesia, --- pasti punya pengaruh dan efek tertentu, --- seperti banyak fakta membuktikan hal tsb.
Kegiatan-kegiatan di luar Indonesia merupakan manifestasi kepedulian dan solidaritas internasional pada rakyat Indonesia yang memperjuangkan diberlakukannya HAM di Indonesia. Sejak dulu , – -- kehidupan masyarakat negeri manapun di dunia ini, pertumbuhan dan perkembangnnya – tidak terpisah dan TIDAK BISA DIPISAHKAN, dari kehidupan masyarakat bangsa-bangsa dan negeri-negeri di dunia pada keseluruhannya.
Bagaimanapun penguasa dan kekuatan politik parpol dsb dari sementara negeri berusaha memisahkan dan membendung kehidupan masyarakat Indonesia dari kehidupan masyarakat dunia, --- usaha tsb pasti akan menemukan kegagalan.
Dengan sendirinya kekuatan dan gerakan politik dalam negeri merupakan faktor yang menentukan apakah penguasa akan memenuhi tuntutan keadilan yang diajukan di dalam maupun di luar negeri. Saling hubngannya dan adanya faktor pengaruh luarnegri – selalu merupakan 'pelengkap' untuk adanya suatu perubahan medasar dari suatu negeri.
* * *
Sementara itu, ---- “MINI – SEMINAR”, Mini-Seminar -- yang berlangsung di media mancanegara sekitar Hak-Hak Azasi Manuisa dan Demokrasi, sekitar tuntutan keadilan bagi para korban Peristiwa Persekusi dan Pembantaian Masal 1965-66-67 di Indonesia akan berlangsung terus! Terus dan terus, sampai cita-cita dan tujuannya tercapai.
* * *
122 months ago

Ibrahim Isa Kolom IBRAHIM ISA
Sabtu Malam, 07 Maret 2015
---------------------------------------
Buku “SUKARNO -- An Autobiography -
As Told to CINDY ADAMS”
< Apa Yang Direkayasa dan Dipalsukan?>
* * *
Judul diatas - "SUKARNO, An Autobio
Read more ... graphy As Told to Cindy Adams", adalah buku OTOBIOGRAFI Sukarno, Sebagaimana Diceriterakan Kepada Cindy Adams (Edisi Asli Bahasa Inggris). Pertama diterbitkan oleh The Robbs-Merill Company, INC. New York. Cetakan pertama 1965. Copyright, 1965, By Cindy Adams.
Di Indonesia terbit Edisi Revisi, berjudul "BUNG KARNO, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia". Cetakan pertama Agustus 2007; Cetakan Kedua, 2011.
Edisi Revisi yang terbit di Indonesia TERAMAT PENTING. Karena yang direvisi adalah suatu PEMALSUAN yang dilakukan dalam Edisi Indonesia tahun 1966. Edisi ini dengan kata pengantar dari Suharto. Dr Asvi Warman Adam, Peneliti Senior LIPI. yang menulis kata pengantar untuk Edisi Revisi (2007), menjelaskan proses terungkapnya PEMALSUAN dalam penerbitan buku Bung Karno, selama periode Orba, a.l sbb:
"Dalam diskusi yg diselenggarakan Yayasan Bung Karno di Gedung Pola tahun 2006, Safii Maarif mngutip buku Cindy Adams mengatakan bahwa Sukarno sangat melecehkan Hatta karena menganggp perananya tidak ada dalam sejarah Indonesia. Karena itu ketika buku ini akan diterbitkan ulang saya meminta kepada Yayasan Bung Karno untuk mengecek kembali terjemahan buku ini. Sebetulnya bagaimana bunyi asli dalam bahasa Inggris pernyataan yang merendahkan Hatta itu. Yayasan Bung Karno kemudian menugasi Syamsu Hadi untuk menerjemahkan ulang buku tersebut. Yang mengagetkan pada temuannya disamping ada beberapa kekeliruan terjemahan adalah dua alinea yang ditambahkan dalam edisi bahasa Indonesia sejak tahun 1966. Padahal kedua alinea itu tidak ada dalam edisi bahasa Inggris.
"Pada halaman 341 tertullis:
" . . Rakyat sudah berkumpul. Ucapkanlah Proklamasi".Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana di mana setiap orang mendesakku, anehnya aku masih dapat brpikir dengan tenang.
"Hatta tidak ada", kataku. "Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada".
Lanjutan teks ini kalau dicek teks asli bahasa Inggris: Dalam detik yang gawat dalam sejarah inilah Sukarno dan tanah air Indonesia menunggu kedatangqn Hatta.
Namun di antara kedua kalimat ini ternyata disisipkan dua alinea yang tidak ada dalam teks Inggrisnya yaitu:
Tidak ada yang berteriak, "kami menghendaki Bung Hatta". Aku tidak memerlukannya. Sama seperti aku tidak memerlukan Syahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenarnya aku dapat melakukannya seorang diri, dan memang aku melakukannya sendirian. Di dalam dua hari yang memecahkan urat syaraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada.
Peranannya yang tersendiri selama masa perjuangqn kami tidak ada. Hanya Sukarnolah yang tetap mendorongnya ke depan. Aku memerlukan orang yang dinamakan "pemimpin" ini karena ada pertimbangan. Aku memerlukannya oleh karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatra dan di hari-hari yang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah jalan yang paling baik untuk menjamin sokongan dari rakyat yang nomor dua terbesar di Indonesia.
Lanjut Asvi Adam: -- Sukarno tidak memerlukan Hatta dan Syahrir bahkan "peranan Hatta dalam sejarah tidak ada". Demikain pernyataan Bung Karno dalam edisi bahasa Indonesia yang terbit sejak tahun 1966. Ternyata dua alinea itu tidak ada dalam naskah asli bahasa Ingris. Kalau demikian apakah ada seseorang yang merekayasa cerita tambahan ini?
* * *
Bisa timbul pertanyaan, mengapa aku 'tiba-tiba' menulis lagi sekitar "rekayasa" dan "pemalsuan" terhadap buku Bung Karno itu?
Tidak ada alasan prinsipil. –- Mengungkapkan pemalsuan sejarah, dalam hal ini pemalsuan buku Bung Karno, -- yang tujuannya jelas untuk mengadu donba Sukarno dan Hatt-Syahrir. Terutama di kalangan pendukung Bung Karno dan pendukung Hatta dan Syahrir. -- Pemalsuan dan rekayasa yang dilakukan oleh Orba, adalah masalah PENTING. Maksud penulisan sejarah adalah mendidik generasi baru. Disini penting sekali mengungkap pemalsuan sejarah yang dilakukan Orde Baru, Rekayasa yang mereka lakukan itu, BUKAN ALANG KEPALANG! Hal mana menegaskan betapa perlunya dalam periode Reformasi dan Demokratisasi dewasa ini dan selanjutnya -- MELAKUKAN PELURUSAN SEJARAH YANG DIPALSUKAN ORDE BARU.
Penyebab lain mengapa aku menulis kolomku hari ini, sbb:
Ketika membaca ulang buku SUKARNO, An Autobiography As Told to Cindy Adams (1965), terbaca lagi catatanku dalam buku tsb, bahwa buku itu aku pesan dari The Book Bin-Pacifica - dan dikirimkan ke alamatku di Amsterdam, pada tgl 08 Maret 2009. Harganya in termasuk ongkos kirim, adalah USD 27, 11-- Artinya tepat 6 tahun yang lalu aku memiliki Edisi Asli buku Bung Karno yang teramt penting itu. Aku bilang kepada Murti, hari ini aku akan menulis lagi sekitar buku Bung Karno. Perlu mengangkat kembali pemalsuan Orba terhadap buku Bung Karno tsb yang diungkapkan oleh sejarawan Asvi Warman Adam.
Kami membaca lagi, yang ditulis di kulit dalam (inside flap) buku, tentang buku Bung Karno itu, a.l. sbb:
"Sebagaimana ia sendiri mengungkapkannya dalam sejarah pribadi yang penting dan mempesonakan itu -- krisis adalah sesuatu yang terus menerus terjadi dalam dirinya -- krisis yang sering disebabkan oleh diri sendiri --
" Adalah dalam momen-momen ini bahwa Sukarno, sebagaimana halnya tiap pemimpin besar dalam sejarah, berperanan paling efektif. Memang, adalah kemampuannya untuk melihat momen krisis, merebut momen itu, bersamaan dengan kepribadiannya yang karismatik, merupakan penyebab dari mencuatnya ia ke kekuasaan sebagai pemimpin dari negeri yang nomor 6 besarnya (wilayah) dan dengan penduduk terbesar ke-lima di dunia. Sebuah negeri yang barangkali seperti halnya Tiongkok, memegang kunci ke haridepan Asia"
* * *
Kami membaca kembali bagian tertentu dari buku tsb: Kata Bung Karno:
"Janjiku telah kupenuhi. Kuliahku telah selesai. Sejak saat ini telah tidak ada yang akan dapat menghalang-halangiku untuk melakukan sesuatu yang menjadi kewajiban hidupku.
Ketika aku berdiri di atas jembatan Surabaya itu dan mendengar jeritan rakyatku, aku menyadari bahwa akulah yang harus berjuang untuk mereka. Hasrat yang berkobar-kobar untuk membebaskan rakyatku bukanlah sekadar ambisi pribadi. Aku dipenuhi hasrat itu. Ia meresap ke sekujur tubuhku. Ia menjadi desah nafasku. Ia mengalir melalui urat nadiku. Untuk memenuhi hasrat itulah orang mengabdikan seluruh hidupnya. Itu lebih dari satu kewajiban. Lebih dari panggilan jiwa. Bagiku ia adalah satu agama.". . (Lihat buku BUNG KARNO Penyambung Lidah Rakyat Indonesia-- halaman 83, Edisi Revisi, 2011).
* * *
Suatu pernyataan Bung Karno yang selalu akan menginspirasi generasi penerus bangsa ini, untuk terus berjuang mengabdi tanah air dan rakyatnya .
* * *
124 months ago
Heru Cahyono http://www.dw.de/the-act-of-killing-bertarung-di-oscar/a-16675922
124 months ago
More cerita romantis posts »